Laman

Selasa, 12 September 2017

satuan geomorfologi

SATUAN - SATUAN GEOMORFOLOGI
(Febry Abdul Fitri/1525010179)
Dasar – dasar Geomorfologi
Image result for geomorfologi
Peta geomorfologi masih belum dianggap penting dalam bidang geologi secara umum. Walaupun demikian, dalam geologi kerekayasaan dan lingkungan, peta geomorfologi sudah mulai dipertimbangkan sebagai peta acuan, khususnya ketika menyangkut permasalahan proses geologi eksogen yang bersifat dinamis. Sejarah pembuatan peta geomorfologi di Indonesia – khususnya di kalangan perguruan tinggi – tidak mengacu pada satu sistem manapun (Bandono dan Brahmantyo, 1992), walaupun akhir-akhir ini terdapat kecenderungan menggunakan sistem ITC (van Zuidam, 1985). Sistem ini di kalangan mahasiswa tugas akhir umumnya hanya dimanfaatkan dalam tata cara penamaan satuan geomorfologi karena memberikan “kotak-kotak” yang jelas dalam penamaannya. Hal ini menjadi alternatif pengganti acuan dari Lobeck (1939) yang masih memberikan penamaan deskriptif yang panjang.
Namun demikian, di kalangan mahasiswa geologi masih banyak kesulitan penggunaan satuan-satuan geomorfologi dari klasifikasi yang ada baik dari ITC (van Zuidam, 1985), apalagi Lobeck (1939). Hambatan pertama dari sistem ITC sebenarnya bermula karena sistem ini mendasarkan klasifikasinya pada pengamatan dan interpretasi dari foto udara. Kesulitan pertama dari sistem ITC juga muncul pada penamaan dengan kode D1 sampai D3 dan S1 sampai S3 yang sangat deskriptif dengan kalimat panjang dan tidak memberikan penamaan yang praktis. Selain itu penamaan “denudational origin” agak sulit diterima mengingat pada dasarnya semua bentuk muka bumi telah atau sedang mengalami proses denudasional. Hal lain adalah tidak jelasnya kontrol geologis pada pembentukan morfologi, karena beberapa penamaan menggunakan kriteria persen lereng.
Di lain pihak, pembagian satuan bentuk muka bumi Lobeck (1939), sebenarnya bisa lebih praktis dan mempunyai kebebasan yang tinggi. Tetapi dalam contohnya, Lobeck tidak memberikan penamaan satuan khusus melainkan memberikan deskripsi pada suatu morfologi tertentu yang harus selalu mengacu pada unsur-unsur struktur – proses – tahapan. Ketiadaan bentuk diagramatis klasifikasi bentuk muka bumi dengan contoh nama-nama satuan yang sistematis pada Lobeck telah membuat kesulitan pemakaiannya bagi para pemeta. Namun demikian, pendekatan Lobeck (1939) sebenarnya lebih cocok untuk geologi karena mendasarkan pembagian morfologinya secara genetis, yaitu proses-proses geologi baik yang bersifat endogen maupun eksogen.
Mengingat keterbatasan-keterbatasan pembagian satuan-satuan geomorfologi dari ITC maupun Lobeck, maka diperlukan suatu acuan penggunaan klasifikasi yang lebih mudah dan praktis, khususnya bagi mahasiswa. Acuan ini diharapkan tetap tidak meninggalkan analisis geomorfologi secara kritis, terutama melalui analisis peta topografi, yang dapat didukung juga melalui interpretasi foto udara dan citra, maupun pengamatan lapangan.
Sumber : Bandono, dan Brahmantyo, B., 1992. Peta Geomorfologi, Masalah dan Penggunaannya dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan di Indonesia. Pros. PIT IAGI XXI, Yogyakarta, hal. 777-783.
Lobeck, A.K., 1939. Geomorphology, an Introduction to the Study of Landscape. McGrawHill, New York.
Zuidam, R.A. van, 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. ITC, Smits Publ., Enschede, The Hague.

Satuan Morfologi
Bentuk-bentuk pada permukaan yang dihasilkan oleh peristiwa-peristiwa geomorfik berdasarkan kesamaan dalam bentuk dan pola aliran sungai dapat dikelompokkan ke dalam satuan yang sama. Tujuan dari pengelompokkan ini adalah untuk dapat memisahkan daerah konstruksional dengan daerah detruksional. Kemudian masing-masing satuan dapat dibagi lagi menjadi subsatuan berdasarkan struktur dan tahapan (untuk konstruksional) serta berdasarkan deposisional (untuk destruksional).
1.            Sungai, Danau, Pantai dan Laut
Pada hakekatnya aliran sungai terbentuk oleh adanya sumber air (hujan, mencairnya es, dan mata air) dan adanya relief dari permukaan bumi. Sungai-sungai juga mengalami tahapan geomorfik yaitu perioda muda, dewasa, dan tua.
Sumber : http://www.kerjausaha.com/2016/08/mengenal-beragam-bentang-alam-perairan.html
Sungai muda dicirikan dengan kemampuan untuk mengikis alurnya, dimana hal ini dapat terjadi jika gradien sungai cukup terjal. Sungai muda biasanya sempit, dengan tebing terjal yang terdiri dari batuan dasar. Gradien sungai yang tidak teratur (seragam) disebabkan oleh variasi struktur batuan (keras-lunak). Sungai pada stadium dewasa akan mengalami pengurangan gradien sungai sehingga kecepatan aliran dan daya erosi (pengikisan) berkurang, sehingga mulai terjadi pengendapan. Sungai demikian disebut dengan graded. Jika sungai utama mengalami graded berarti telah tercapai kedewasaan awal, dan jika cabang-cabang sungai tersebut juga telah mengalami gradedmaka telah mencapai kedewasaan lanjut, dan jika alur-alur sungai juga telah mengalami graded, maka sungai tersebut telah mencapai perioda tua.
Pada sungai yang telah mencapai stadium dewasa terdapat dataran banjir yang terbentuk dari pengendapan material klastis yang diendapkan pada daerah di dekat sungai membentuk point bar. Pada sisi kiri kanan sungai sering terbentuk akumulasi yang tebal sedimen sepanjang sungai dan membentuk tanggul alam (natural levees). Jika arus aliran sungai makin melemah, material klastis yang terbawa oleh aliran sungai akan terendapkan pada tekuk lereng, sisi dalam meander, pertemuan antara dua aliran sungai, dan perubahan gradien. Jika endapan aluvial sungai yang telah terbentuk kemudian terkikis kembali oleh aliran sungai akan terbentuk undak-undak sungai, dan merupakan peremajaan sungai pada masa dewasa atau tua.
Danau adalah kolam yang sangat luas. Air danau berasal dari sungai air hujan atau yang tertampung, atau sungai gletser. Indonesia memiliki banyak sekali danau, diantaranya Danau Toba di Sumatra Utara, Danau Maninjau dan Danau Singkarak di Sumatra Barat, Danau Batur di Bali dan Danau Sentani di Papua.
Kita mungkin pernah menjumpai, atau bahkan rumah kita berada di dekat danau. Danau ini merupakan permukaan bumi perairan yang berada di daratan Yang disebut dengan danau adalah sebuah perairan tenang yang menempati sebuah cekungan yang ada di daratan. Danau merupakan perairan yang tidak mengalir atau hanya membentuk sebuah bendungan. Namun meski membendung, perairan di danau biasanya bersih, dan tidak kotor seperti air membendung pada umumnya. Hal ini karena danau biasanya memiliki ukuran yang besar, sehingga airnya terlihat bersih dan juga jernih. Namun tingkat kejernihan air danau ini juga tergantung pada jenis danaunya masing- masing.
Danau memiliki kedalaman yang berbeda- beda. Danau merupakan perairan yang terdapat di daratan yang tidak ada kriteria khusus. Danau juga merupakan sebuah habitat untuk beberapa makhluk hidup. Sebuah perpaduan antara kehidupan makhluk hidup dengan lingkungan danau yang disebut dengan ekosistem danau. Ekosistem danau ini terdapat berbagai macam makhluk hidup yang beraneka ragam. Tentu saja makhluk hidup yang hidup di daerah danau akan berbeda dengan makhluk hidup yang berada di wilayah sungai, laut dan lain sebagainya. Maka dari itulah ada sebuah ekosistem danau.
Danau merupakan sebuah tempat di kerak Bumi sehingga merupakan salah satu bentuk permukaan Bumi. Meski danau adalah berupa perairan, namun karena letaknya ada di daratan maka danau merupakan bagian dari daratan. keberadaan danau bukan tanpa alasan. Memang sebagian danau yang kita jumpai adalah danau yang keberadaannya sudah dari jaman dahulu kala, kita pun tidak tahu pasnya kapan danau tersebut terbentuk. Lebih jauh lagi, bahkan terjadinya danau ini dihubungkan dengan cerita rakyat yang terkadang tidak masuk di akal manusia. Lalu, apakah keberadaan danau ini bisa djelaskan secara ilmiah? Tetu saja bisa. Ada beberapa faktor yang merupakan penyebab dari terbentuknya danau di permukaan Bumi. Faktor- faktor yang menyebabkan terbentuknya danau ini bisa berupa faktor alam maupun faktor buatan manusia. Beberapa faktor penyebaba terbentuknya danau diantaranya adalah: Adanya letusan gunung berapi, Adanya aktivitas penambangan, Adanya kesengajaan dari manusia
Pantai adalah sebuah bentuk geografis yang terdiri dari pasir, dan terdapat di daerah pesisir laut. Daerah pantai menjadi batas antara daratan dan perairan laut. Panjang garis pantai ini diukur mengeliling seluruh pantai yang merupakan daerah teritorial suatu negara.
Pantai terjadi karena adanya gelombang yang menghantam tepi daratan tanpa henti, sehingga mengalami pengikisan, gelombang penghancur tersebut dinamakan gelombang destruktif.
Laut merupakan perairan yang luas dengan ciri airnya terasa asin. Laut banyak menghasilkan berbagai jenis ikan, udang, kerang serta rumput laut. Laut juga menghasilkan minyak bumi yang dibor di laut lepas. Laut sangat luas disedut samudra. Contoh laut di Indonesia adalah Laut Jawa. Laut yang sangat luas disebut samudra. Contoh laut di Indonesia adalah Laut Jawa, Laut Banda, dan Laut Sulawesi. Contoh samudra adalah Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Pantai adalah pertemuan antara daratan dan lautan. Di sepanjang pantai, penduduk umumnya hidup sebagai nelayan. Tanaman yang tambuh baik di pantai adalah kelapa dan bakau. Pantai terkenal di Indonesia adalah Pantai Ancol dan Partai Kuta - Bali.
Proses terbentuknya laut berawal dari proses pembentukan bumi yang mana, menurut laplace, bumi terbentuk 4 miliar tahun yang lalu, karen pembentukan bumi berawal dari pengerutan matahari yang mengakibatkan, bagian dari matahari terlepas, sehingga terlempar keluar dan saling tabrakan, akhirnya terbentuklah planet, slah satunya planet bumi, karena pada saat itu gravitasi bumi sangat kuat sehingga menarik asteroid, sehingga terjadi tabrakan. dengan adanya tabrakan yang cukup banyak dan dashyat, akhirnya terbentuklah kawah kawah, dari kawah itulah mul;ai terbentuk lautan, di mana pada awalnya, karena bumi di selimuti oleh kabut sehingga bumi mengalami pembekuan, setelah tak lama kemudian debu yang menyelimuti bumi menghilang dan sinar matahri dapat tembus, mengakibatkan terjadinya kondensasi uap air yang ada, dan mulai turun hujan, hujan yang berlalu sangat lama ini mengakibatkan kawah yang terbentuk tadi terisi oleh air.
Pada awalnya, laut bersifat sangat asam (dengan suhu sekitar 100 °c) hal ini disebabkan oleh keadaan bumi yang sangat panas dan keadaan atmosfer bumi yang dipenuhi oleh karbondioksida. Pada saat itu juga, gelombang tsunami sering terjadi karena seringnya asteroid menghantam bumi disertai fenomena pasang surut air laut yang begitu cepat terjadi karena jarak bulan yang begitu dekat dengan bumi.
Kemudian, secara perlahan-lahan jumlah karbondioksida yang ada diatmosfer mulai berkurang akibat terlarut dalam air laut dan bereaksi dengan ion karbonat membentuk kalsium karbonat. Akibatnya, langit mulai menjadi cerah sehingga sinar matahari dapat kembali masuk menyinari bumi dan mengakibatkan terjadinya proses penguapan sehingga volume air laut di bumi juga mengalami pengurangan dan bagian-bagian di bumi yang awalnya terendam air mulai kering. Proses pelapukan batuan terus berlanjut akibat hujan yang terjadi dan terbawa ke lautan, hal inilah yang menyebabkan air laut kini semakin asin.


         2.    Dataran dan Plateau
Dataran dan plateau adalah wilayah-wilayah dengan struktur yang relatif horizontal. Dataran mempunyai relief rendah dengan lembah-lembah dangkal, sedangkan plateau mempunyai relief yang tinggi dengan lembah-lembah yang dalam. Secara umum beberapa jenis dataran, antara lain :
Dataran pantai (coostal plains) yang terbentuk oleh timbulnya dasar laut
I.        Interior plains, yang mirip dengan dataran pantai tetapi yang terletak sudah jauh dari laut
II.        Dataran danau (lake plains), terbentuk oleh timbulnya dasar danau karena pengeringan danau
III.        Dataran lava (lava plains) dan plateau lava (lava plateau), terbentuk oleh aliran lava encer
IV.        Dataran endapan glasial (till plains), terdiri dari endapan glacial yang menutupi topografi tidak rata
V.        Dataran aluvial (alluvial plains), yang terbentuk dari endapan aluvial dari kipas aluvial di kaki pegunungan hingga jauh ke dataran banjir dan dataran pantai.
Plateau pada stadium muda merupakan daerah dengan lapisan horizontal dan kebanyakan telah terkikis dalam oleh aliran sungai. Daerah plateau dapat lebih tinggi terhadap sekitarnya dan dibatasi oleh gawir atau dapat pula lebih rendah dari pegunungan disekitarnya. Plateau dewasa mempunyai kenampakan umum mirip dengan pegunungan biasa namun kecenderungan lapisan batuannya horizontal. Plateau tua umumnya merupakan daerah dataran yang luas yang telah mengalami pengikisan dengan perlapisan yang horizontal. Bukit-bukit sisa erosi, yang juga berstruktur horizontal disebut mesa (dengan ketinggian 150-200 m). Dimensi yang lebih kecil dinamakan butte, dan jika lebih sempit dan tinggi seperti pilar-pilar disebut dengan pinnacles atau needles.
                                                          
         3.    Pegunungan kubah (dome mountains)
Kubah diartikan sebagai struktur dari suatu daerah yang luas dengan sifat lipatan regional dengan sudut kemiringan yang kecil. Ada beberapa sebab terjadinya kubah, antara lain oleh intrusi garam atau diapir, intrusi lakolit, dan intrusi batuan beku seperti batolit. Dalam tahapan muda pegunungan kubah akan dikikis oleh sungai-sungai namun belum dalam, bentuk kubah masih utuh, pengikisan dimulai di puncak dengan membentuk cekungan erosi. Kadang-kadang inti kubah yang keras tampak di dasar cekungan erosi kubah. Pada tahapan dewasa, pengikisan di puncak makin meluas dan mendalam. Pada tahapan tua, mempunyai bentuk akhir dari pengikisan kubah akan membentuk peneplane. Pola aliran annular hampir-hampir hilang. Kubah besar dan tinggi dihasilkan oleh intrusi-intrusi batolit; yang lebih kecil dihasilkan oleh intrusi lakolit, dan berbentuk kubah landai yang dihasilkan oleh sill. Kubah-kubah kecil dapat dihasilkan oleh intrusi garam atau diapir lempung.
Inti kubah yang terdiri dari batuan kristalin sering memberi arti sebagai sumber mineral logam; pertambangan sering dijumpai kubah-kubah garam tentunya memberi makna sebagai sumber garam. Jika tidak berpotensi akan mineral, inti kubah yang bertekstur kasar sering merupakan daerah hutan dan sekaligus merupakan daerah tadah hujan. Juga lereng-lereng terjal dari hogbacks sebaiknya merupakan daerah hutan untuk mencegah longsoran dan untuk tujuan konservasi air.

        4.       Pegunungan Lipatan (Folded Mountains)
Istilah pegunungan lipatan digunakan untuk suatu jenis pegunungan dengan struktur lipatan yang relatif sederhana. Pada tahapan muda morfologinya masih menggambarkan adanya lingkungan antiklin dan sinklin. Bila erosi melanjut maka pengikisan sungai lateral dapat menajam ke hulu dan juga sepanjang puncak antiklin. Pada tahapan dewasa pengikisan di puncak antiklin dapat melanjut, melebar ke arah dalam sepanjang puncak antiklin dan akhirnya terbentuk lembah antiklin dengan kenampakan morfologi terhadap struktur geologi menjadi terbalik (interved relief), bukit-bukit antiklin (anticlinal ridges), dan lembah-lembah sinklin (sinclinal ridges), serta bukit-bukit yang terbentuk oleh lapisan-lapisan yang miring searah disebut bukit-bukit homoklin (homoclinal ridges). Pada tahapan tua, daerah pegunungan lipatan oleh pengikisan menjadi peneplane dan sungai mengalir di dataran tersebut seolah tanda mengindahkan adanya lapisan lunak ataupun keras.
Daerah pegunungan lipatan umumnya berbukit-bukit terjal, dengan lembah-lembah yang panjang, adanya perulangan antara lembah lebar dan lembah sempit akibat perbedaan kekerasan batuan, adanya gawir terjal dan pegunungan landai pada hogbacks atau homoclinal ridges.Daerah pegunungan lipatan yang terdiri dari batuan-batuan sedimen sering pula mengandung nilai-nilai ekonomis seperti batugamping, batulempung, batupasir kuarsa, gipsum, dan sebagainya.


          5.    Pegunungan Patahan (Block Mountains)
Pegunungan ini merupakan hasil deformasi oleh sesar. Pada tahapan muda pegunungan patahan memperlihatkan gawir-gawir terjal yang memisahkan antara satu blok pegunungan dengan blok yang lain atau antara blok pegunungan dengan blok lembah. Umumnya bidang gawir tajam relatif rata, belum tersayat oleh lembah-lembah. Bentuk blok dapat persegi, berundak, atau membaji tergantung kepada pola sesar.
Pada tahapan dewasa menyebabkan adanya pengikisan pada bagian muka atau punggungan blok dengan beberapa kenampakan bagian muka dari blok masih lebih terjal dari pada bagian punggungan, masih terlihat adanya kelurusan garis dasar sesar, adanya triangular facets yang merupakan sisa-sisa bidang sesar setelah terkikis, adanya dataran aluvial berupa kipas aluvial yang terletak berjajar dalam garis lurus sepanjang kaki bidang muka dan blok, serta munculnya mata air. Pada tahapan tua, daerah pegunungan patahan menjadi mendatar dan kehilangan bentuk simetrinya, dengan daerah aluvial yang meluas.

           6.    Gunung Api 
Pertumbuhan gunung api merupakan salah satu dari bentuk konstruksional, dimana pembentukannya dapat terjadi melalui letusan, longsoran, injeksi kubah lava, dan sebagainya diselingi dengan erosi. Pada umumnya proses erosi berjalan lebih lambat dari proses pembentukan gunung api.
 Gunung api yang telah mencapai tahapan dewasa oleh letusan baru dapat segera menjadi muda kembali. Perubahan-perubahan bentuk oleh kegiatannya dapat terjadi seperti pembentukan kubah lava, aliran lava, aliran lahar, pembentukan kerucut porositer, pembentukan kaldera.
Bentuk-bentuk gunung api dipengaruhi oleh letusan dan aliran lava. Pada letusan gunung api akan menghasilkan tufa dan breksi vulkanik membentuk cinder cones. Compasite cones terbentuk jika kegiatan erupsi letusan dan aliran lava terjadi secara bergantian. Kerucut gunung api sederhana mempunyai kawah (crater), pada letusan-letusan yang berulang pada titik yang berbeda dalam suatu kawah dapat menghasilkan kawah ganda (nested craters), dan pada letusan dahsyat dapat menghasilkan kaldera (kawah yang sangat besar, berdinding terjal, dan umumnya mempunyai dasar kawah yang rata). Gunung api baru dapat tumbuh di dasar kaldera, dan disebut gunung api sekunder.
Gunung api di dalam tahapan tua sudah tidak memperlihatkan bentuk kerucut lagi. Hanya sisa diatrema saja yang kadang-kadang terlihat mencuat diantara dataran, dan disebut volcanic necks.

Satuan Geomorfologi
Satuan geomorfologi  morfometri  yaitu pembagian kenampakan geomorfologi yang didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel 3.1) dan dalam penentuan pewarnaannya menggunakan klasifikasi bentuk asal berdasarkan van Zuidam (1983) (Tabel 3.2). Berdasarkan hal itu, untuk setiap satuan dicantumkan kode huruf, untuk sub satuan dengan penambahan angka di belakang. Untuk klasifikasi unit Geomorfologi berdasarkan bentuk lahan dalam penelitian membahas 4 klasifikasi unit geomorfologi yaitu : bentuk lahan asal Denudasional (Tabel 3.3), Karst (Tabel 3.4), Struktural  (Tabel 3.5) dan Fluvial (Tabel3.6).
Sumber : http://thebestteam0014.blogspot.co.id/2016/05/satuan-geomorfologi.html
Tabel 3.1 Klasifikasi relief berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi (van Zuidam-Cancelado, 1979)

No

Relief
Kemiringan
Lereng ( % )
BedaTinggi
( m)
1
Topografi dataran
0 – 2
< 5
2
Topografi bergelombang lemah
3 – 7
5 – 50
3
Topografi bergelombang lemah – kuat
8 – 13
25 – 75
4
Topografi bergelombang kuat –perbukitan
14 – 20
50 – 200
5
Topografi perbukitan  – tersayat kuat
21 – 55
200 – 500
6
Topografi tersayat kuat – pegunungan
56 – 140
500 – 1000
7
Topografi pegunungan
> 140
> 1000
Tabel 3.2 Klasifikasi bentukan asal berdasarkan genesa dan sistem pewarnaan (van Zuidam, 1983).
No
Genesa
Pewarnaan
1
Denudasional (D)
Coklat
2
Struktural (S)
Ungu
3
Vulkanik (V)
Merah
4
Fluvial (F)
Biru muda
5
Marine (M)
Biru tua
6
Karst (K)
Orange
7
Glasial (G)
Biru muda
8
eolian (E)
Kuning

Tabel 3.3 Klasifikasi unit geomorfologi bentuklahan asal denudasional, (van Zuidam, 1983)
Kode
Unit
Karakteristik
D1
Denudational slopes
and hills
Lereng landai-curam menengah (topografi bergelombang kuat), tersayat lemah-menengah.
D2
Denudational slopes
and hills
Lereng curam menengah-curam (topografi ber-gelombang kuat-berbukit), tersayat menengah tajam.
D3
Denudational hills
and mountain
Lereng berbukit curam-sangat curam hingga topografi pegunungan, tersayat menengah tajam.
D4
Residual hills
Lereng berbukit curam-sangat curam, tersayat menengah. Monadnocks : memanjang, curam, bentukan yang tidak teratur.
D5
Paneplains
Hampir datar, topografi bergelombang kuat, tersayat lemah-menengah.
D6
Upwarped paneplains plateau
Hampir datar, topografi bergelombang kuat, tersayat lemah-menengah.
D7
Footslopes
Lereng relatif pendek, mendekati horisontal hingga landai, hampir datar, topografi berge-lombang normal-tersayat lemah
D8
Piedmonts
Lereng landai menengah, topografi berge-lombang kuat pada kaki atau perbukitan dan zona pegunungan yang terangkat, tersayat menengah.
D9
Scarps
Lereng curam-sangat curam, tersayat lemah-menengah.
D10
Scree slopes and fans
Landai-curam, tersayat lemah-menengah
D11
Area with several mass movement
Tidak teratur, lereng menengah curam, to-pografi bergelombang-berbukit, tersayat menengah (slides, slump, and flows).
D12
Badlands
Topografi dengan lereng curam-sangat curam, tersayat menengah.

Tabel 3.4 Klasifikasi unit geomorfologi bentuklahan asal karst (van Zuidam,1983)
Kode
Unit
Karakteristik
K1
Karst  Plateaus
Topografi bergelombang – bergelombang kuat dengan sedikit depresi hasil pelarutan dan lembah mengikuti kekar.
K2
Karst/Denudation 
Slopeand Hills
Topografi dengan lereng menengah – curam, bergelombang kuat – berbukit, permukaan tak teratur dengan kemungkinan dijumpai lapis, depresi hasil pelarutan dan sedikit lembah kering.
K3
Karstic/Denudational
Hills and Mountains
Topografi dengan lereng menengah sangat curam, berbukit, pegunungan, lapis, depresi hasil pelarutan,cliff, permukaan berbatu.
K4
Labyrint or Starkarst
Zone
Topografi dengan lereng curam – sangat curam, permukaan sangat kasar dan tajam dan depresi hasil pelarutan yang tak teratur.
K5
Conical Karst Zone
Topografi dengan lereng menengah – sangat curam, bergelombang kuat – berbukit, perbukitan membundar bentuk conic & pepino & depresi polygonal (cockpits & glades).
K6
Tower Karst Hills or
Hills Zone/Isolated
Limestone Remnant
Perbukitan terisolir dengan lereng sangat curam – amat sangat curam (towers, hums, mogots atau haystacks).
K7
Karst Aluvium Plains
Topografi datar – hampir datar mengelilingi sisa batugamping terisolasi / zona perbukitan menara karst atau perbukitan normal atau terajam lemah.
K8
Karst Border/MarginalPlain
Lereng hampir datar – landai, terajam dan jarang atau sangat jarang banjir.
K9
Major Uvala/Glades
Sering ditamukan depresi polygonal atau hasil pelarutan dengan tepi lereng curam menengah – curam, jarang banjir.
K10
Poljes
Bentuk depresi memanjang dan luas, sering berkembang pada sesar dan kontak litologi, sering banjir oleh air sungai, air hujan & mata air karst.
K11
DryValleys (Major)
Lembah dengan lereng landai curam – menengah, sering dijumpai sisi lembah yang curam – sangat curam, depresi hasil pelarutan (ponors) dapat muncul.
K12
KarstCanyons/
CollapsedValleys
Lembah berlereng landai curam – menengah dengan sisi lembah sangat curam – teramat curam, dasar lembah tak teratur dan jembatan dapat terbentuk.
Tabel 3.5. Klasifikasi unit geomorfologi bentuklahan asal struktural (Van Zuidam, 1983).
Kode
Unit
Karakteristik
S 1
Topografi bergelombang sedang hingga bergelombang kuat dengan pola aliran berhubungan dengan kekar,  dan patahan
Tersayat
S 2
Topografi bergelombang sedang hingga bergelombang kuat dengan pola aliran berkaitan dengan singkapan batuan berlapis
Berbentuk liniear
S 3
Topografi bergelombang kuat hingga perbukitan dengan pola aliran berkaitan dengan kekar dan patahan
Tersayat kuat
S 4
Topografi perbukitan hingga pegunungan denganpola aliran berkaitan dengan singkapan batuan berlapis
Berbentuk liniear, tersayat kuat
S 5
Mesag/dataran tinggi dikontrol struktur
Topografi datar hingga bergelombang lemah di atas plateau dan perbukitan di bagian tebing

S 6
Cuestas
Bergelombang lemah di bagian lereng belakang dan perbukitan pada lereng depan. Tersayat lemah.
S 7
Hogbacks dan flatirons
Tinggian berupa topografi perbukitan tersayat.
S 8
Structural denudational terraces
Topografi bergelombang lemah hingga perbukitan. Tersayat.
S 9
Perbukitan antiklin dan sinklin
Topografi bergelombang kuat hingga perbukitan.
S 10
kubah/perbukitan sisa
Topografi bergelombang kuat hingga perbukitan.
S 11
Dykes
Topografi bergelombang kuat hingga perbukitan. Tersayat.
S 12
Tebing sesar
Topografi bergelombang kuat hingga perbukitan. Tersayat.
S 13
Depresi graben
Topografi bergelombang lemah hingga bergelombang kuat.
S 14
Tinggian Horst
Topografi bergelombang kuat hingga perbukitan.

Tabel 3.6 Klasifikasi unit geomorfologi bentuklahan asal fluvial (van Zuidam, 1983)      
Kode
Unit
Karakteristik
   F1
Rivers beds
Hampir datar, topografi teratur dengan garis batas permukaan air yang bervariasi mengalami erosi dan bagian yang terakumulasi.
   F2
Lakes
Tubuh air.
   F3
Flood plains
Hampir datar, topografi tidak teratur, banjir musiman.
   F4
Fluvial levees, alluvial ridges and point bar
Topografi dengan lereng landai, berhubungan erat dengan peninggian dasar oleh akumulasi fluvial.
   F5
Swamps, fluvial basin
Topografi landai-hampir landai (swamps, tree vege-tation)
   F6
Fluvial terraces
Topografi dengan lereng hampir datar-landai, tersayat lemah-menengah.
   F7
Active alluvial fans
Lereng landai-curam menengah, biasanya banjir dan berhubungan dengan peninggian dasar oleh akumulasi fluvial.
   F8
Inactive alluvial fans
Lereng curam-landai menengah, jarang banjir dan pada umumnya tersayat lemah-menengah.
   F9
Fluvial-deltaic
Topografi datar tidak teratur lemah, oleh karena banjir dan peninggian dasar oleh fluvial, dan pengaruh marine.

Kesimpulan
1.       Satuan Morfologi merupakan bentuk-bentuk pada permukaan yang dihasilkan oleh peristiwa-peristiwa geomorfik berdasarkan kesamaan dalam bentuk dan pola aliran sungai dapat dikelompokkan ke dalam satuan yang sama.
2.       Klasifikasi unit morfologi membagi bentang alam ke dalam kelas-kelas utama, yaitu 1. Pegunungan Lipatan, 2. Pegunungan Plateau/Lapisan Datar, 3. Pegunungan Sesar, 4. Pegunungan Gunung api, 5. Pegunungan Karst, 6. Dataran Sungai dan Danau, Dataran Pantai, Delta dan Laut.
3.       Satuan geomorfologi  yaitu pembagian kenampakan geomorfologi yang didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi dan dalam penentuan pewarnaannya menggunakan klasifikasi bentuk asal.
4.       klasifikasi unit Geomorfologi berdasarkan bentuk lahan dalam penelitian membahas 4 klasifikasi unit geomorfologi yaitu : bentuk lahan asal Denudasional, Karst, Struktural dan Fluvial.





3 komentar:

  1. kak, saya mau tanya klasifikasi bentang alam dalam gambar diatas itu menurut siapa dan di perbaharui oleh siapa?? terimaksih..

    BalasHapus
  2. https://www.slideserve.com/belden/gambar-2-bukit-dan-lembah

    BalasHapus
  3. Yang marine kok gk ada keterangan sub satuannya ya?

    BalasHapus